Habib Taufiq dan Buya Yahya
Catatan Rizal Effendi
SAYA bersyukur menjelang berakhirnya masa tugas sebagai ketua umum Masjid Agung At-Taqwa Balikpapan, ada dua ulama besar tampil di tabligh akbar. Jamaahnya memang banyak dan dirindukan oleh umat Islam di mana saja, termasuk di Kota Beriman Balikpapan.
Berkaitan dengan pelantikan Ketua Rabithah Alawiyah Balikpapan Al Habib Hadi bin Abdurrahman Al Haddad, Ketua Umum Rabithah Alawiyah Pusat Habib Taufiq bin Abdul Qadir Assegaf menyempatkan diri bertemu jamaah di At-Taqwa.
Rabithan Alawiyah adalah perkumpulan para zuriat atau keturunan Nabi dan warga Indonesia keturunan Arab di Tanah Air. Didirikan 27 Desember 1928, sebulan setelah lahirnya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Jadi sudah cukup lama dan amat bersejarah.
Habib Taufiq pengasuh Pondok Pesantren Sunniyah Salafiyah Pasuruan, Jawa Timur. Pernah menjabat Mustasyar NU Jawa Timur. Dia terpilih sebagai ketua umum DPP Rabithah Alawiyah masa khidmat 2021-2026 hasil Muktamar di Jakarta, 5 Desember 2021 menggantikan Habib Zen bin Smith.
Tabligh akbar Habib Taufiq berlangsung Selasa (29/8), ba’da Isya. Temanya sangat menarik dan aktual. “Membangun Karakter Islami dalam Era Modern.” Sejak maghrib jamaah sudah berdatangan. Meluber sampai ke teras masjid, baik di lantai utama maupun lantai 1 dan 3.
Dia menekankan kepada jamaah bagaimana menghadirkan karakter Islami dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara itu, kita siap dan selamat dalam era kehidupan kapan pun seperti era modern sekarang ini.
Saya terkesan gaya dakwah Habib Taufiq yang sejuk. Durasinya juga tidak terlalu larut malam. Jadi anak-anak dan ibu-ibu tenang mengikuti. Tidak gelisah karena harus menyiapkan keperluan sekolah besok paginya.
Sepekan kemudian, hari Selasa lagi, 5 September hadir pula Buya Yahya di At-Taqwa dalam rangka menyambut datangnya bulan Maulid, kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. Jamaahnya juga melimpah. Apalagi Buya membuka ruang tanya jawab.
Jamaah Masjid Agung At-Taqwa yang membeludak
Dakwah Buya Yahya banyak mengisi ruang media sosial. Dia ulama sekaligus cendekiawan Islam yang luas pandangannya. Nama dan gelar lengkapnya adalah Prof. KH Yahya Zainul Ma’arif, Lc, MA, Ph.D. Sembilan tahun dia studi di Universitas al-Ahgaff, Hadramaut, Yaman. Menyelesaikan program Ph.D (doctor of philosophy) di American University for Human Sciences California, AS. Lalu dikukuhkan sebagai guru besar kehormatan bidang Hukum Islam di Universitas Sultan Agung, Semarang, Jateng.
Ulama kelahiran Blitar 10 Agustus 1973 itu, sekarang mengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, yang berpusat di Cirebon, Jawa Barat. Cabang-cabangnya tersebar di beberapa kota di Indonesia dan Malaysia.
Buya Yahya juga banyak menulis buku. Di antaranya bukunya yang banyak menarik perhatian adalah berjudul “Indahnya Memahami Perbedaan Para Ulama, Fiqih Bepergian: Solusi Shalat di Perjalanan dan Saat Macet” serta “Buya Yahya Menjawab.”
Pesantren yang diasuh Habib Taufiq dan Buya Yahya sama-sama punya radio sebagai sarana dakwah. Suara Habib Taufiq rutin bergema di Radio Suara Nabawy, sedang Buya Yahya bisa didengar di Radioqu. Bahkan pesantren Buya Yahya juga punya Al-Bahjah TV yaitu TV parabola yang jangkauannya ke seluruh Indonesia dan negara tetangga.
Buya menyebut semua jamaah yang hadir adalah para pencinta Baginda Nabi Muhammad SAW. Para perindu Rasulullah yang mulia. “Sungguh karunia yang sangat agung diberikan Allah setelah iman adalah hati yang saling mencintai karena Allah,” ujarnya.
Berkaitan menyambut kelahiran Nabi, menurut Buya Yahya harus dimulai dengan menumbuhkan atau menyuburkan kecintaan kepada Nabi. Kepada semua umat Rasulullah. Kalau tidak, maka apa yang kita lakukan tidak ada artinya.
Tabligh akbar Habib Taufiq di At Taqwa
Saya amat terkesan bertemu Buya Yahya. Dia tak segan mencium tangan saya. Baik ketika datang maupun pulang. Seumur-umur baru sekali saya dicium ulama besar dan penuh berkah. Yang lazim kita yang mencium tangan para ulama. Saya lihat Habib Umar bin Hafidz, ulama besar dari Yaman yang baru datang ke Indonesia juga tak segan mencium tangan para ulama yang ditemuinya.
Habib Umar adalah tokoh Muslim yang sangat berpengaruh di dunia. Mengutip situs The Muslims 500, posisi Habib Umar berada di urutan ke-11, tepatnya di bawah Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman. Sayang dia tidak datang ke Kaltim, tapi berhasil digaet Gubernur Kalteng Sugianto ke Palangkaraya.
Sunnah memang hukumnya mencium tangan Nabi, ulama, orang salih, guru dan orang tua. Itu bentuk kita menghormati dan memuliakan mereka. “Yang penting jangan sampai menyembah,” kata Buya Yahya dalam Youtube Al-Bahjah TV.
Rasulullah SAW juga diperlakukan demikian oleh para sahabatnya pada saat berdakwah. “Bahkan jika harus mencium kakinya pun diperbolehkan,” tambahnya.
BERAKHIR MINGGU INI
Setelah dua tahun bertugas, amanah di pundak saya menjadi ketua umum Masjid Agung At-Taqwa Balikpapan berakhir Rabu 13 September 2023 ini. Laporan pertanggungjawaban kegiatan dan keuangan saya kirim ke Dewan Penasihat, Senin nanti. Mulai Wali Kota, Kamenag, Ketua MUI, Ketua Dewan Masjid, Ketua PCNU, Ketua Muhammadiyah sampai Imam Besar KH Jaelani Mawardi.
Tidak terlalu sempurna, baik dari bentuk laporan maupun kegiatan. Insya Allah pengurus baru lebih baik. Silakan mau melanjutkan atau melakukan perubahan. Yang penting masjid semakin makmur dan sejahtera.
Laporan keuangannya diperiksa oleh tim yang diketuai Drs HM Yusri Idris dengan anggota Dr Drs Sartono, Ustadz Jaelani, Bambang Saputra dan H Ansyori, SH. Alhamdulillah, hasil pemeriksaannya tidak menemukan hal yang kurang pas baik dalam pencatatan pemasukan maupun pengeluaran.
Saya aktif menjalani tugas mengurus masjid lantaran ketua harian belakangan tidak bisa lagi bertugas. Ternyata menjadi ketua masjid tidak gampang. Malah lebih berat ketimbang waktu saya jadi wali kota. Apalagi sumber dayanya terbatas. Padahal pertanggungjawabannya tidak saja di dunia, tapi juga di akhirat.
Saya memberi sambutan di depan Buya Yahya
Menjalankan manajemen masjid yang baik adalah salah satu cara memakmurkan masjid. Ini yang tidak gampang. Mengombinasikan moral petugas masjid dalam menjalankan tugas secara Lillahi Ta’ala dengan sisi lain dia sebagai manusia, yang punya tanggung jawab terhadap anak istri.
Menjelang salat Jumat (7/9), saya menyempatkan pamit dengan jamaah. Saya bilang terhitung Rabu (13/9) mendatang sudah berakhir masa tugas saya dan anggota pengurus lainnya. Kalau belum diputuskan penggantinya, pengurus lama sementara tetap berjalan. Tapi tak lagi mengambil keputusan yang prinsip.
Yang saya kaget tiba-tiba datang sepucuk surat teguran dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balikpapan Barat kepada Pimpinan Masjid Agung At-Taqwa. Isinya teguran karena belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh pasal 25/29 Badan.
Saya agak bingung kok Masjid berurusan dengan pajak? Apalagi disebutkan ada NPWP-nya 02.833.350.8721.000. Setahu saya bidang keagamaan meliputi jasa pelayanan rumah ibadah, pemberian khotbah atau dakwah, penyelenggaraan kegiatan keagamaan maupun jasa di bidang keagamaan tidak dikenakan pajak penghasilan. Apalagi gajinya rata-rata di bawah Rp 4,5 juta per bulan, sehingga masuk kategori Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Untuk jelasnya saya minta sekretaris segera mengklarifikasi ke kantor pajak. Biar semua clear. Tidak enak juga kalau Masjid ditegur urusan tunggakan pajak. Yang ada tunggakan program, yang belum bisa dilaksanakan atau diwujudkan, sehingga menjadi tugas pengurus baru untuk menuntaskan.(*)