MUI Kaltim Gelar Dialog Antar Umat beragama
Merawat Kebinekaan Menuju Pemilu 2024 Damai
SAMARINDA,Amanah ummat.Com – Menjaga kondusivitas, kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama menjelang pemilu 2024 MUI Prov Kaltim melalui komisi Hubungan Antar Umat Beragama Menggelar Dialog Tokoh lintas Agama se kalimantan Timur, bertempat di Hotel Grand Sawit 12 Agustus 2013.
Dialog dengan tema” urgensi Peran Tokoh Agama Dalam Merawat Kerukunan dan Moderasi Beragama di provinsi Kaltim Menuju Pemilu Damai 2024”
Menghadirkan narasumber dari FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kaltim yang diwakili oleh Pdt.Semuel Wattimena,S.Th. Nara sumber lainya dari Kementerian Agama Provinsi kaltim yang diwakili oleh Kepala Bidang Pendidikan Madrasah H Mohlis,S,Ag.MM.
Para Tokoh Agama di Kaltim
Wakil Ketua Umum MUI K.H. Boechorie Noer dalam sambutanya menyambut baik kegiatan yang digelar oleh Komisi Hubungan Antar Umat Beragama (HUB) MUI kaltim, apalagi menghadapi situasi tahun politik 2024. Kegiatan ini lanjutnya juga sebagai ajang silaturahmi, berdialog dan saling kasih sayang antar umat beragama.
“ Kerukunan beragama menjadi hal yang mutlak diperlukan di negara Indonesia dengan berbagai kemajemukan ini. Menjaga kerukunan umat dan moderasi beragama merupakan konsep yang diharapkan dapat diimplementasikan oleh seluruh umat beragama di Indonesia khususnya di kaltim sehingga tercipta kerukunan antar umat beragama yang hakiki,” ujarnya.
Menurut Wakil Ketua NU Kaltim ini ,di tengah dunia yang semakin kompleks dan saling terhubung, penting bagi setiap individu untuk memahami dan menghargai perbedaan dalam kehidupan bermasyarakat. Saling menghargai, menghormati, dan memaafkan menjadi kunci utama untuk menjaga keharmonisan dan perdamaian antara satu dengan yang lainnya
Makanya, kata K.H. Boechorie Noer tidak ada ruang bagi mereka yang merasa dirinya paling pintar, paling benar dan tidak mau interaksi dengan orang lain . Belajar tragedi di poso. perang antar suku dan agama, disana hasilnya hanya kehancuran ,tidak ada yang menang dan kalah. Tidak ada orang muslim masuk Kristen atau sebaliknya.
“Dalam bertoleransi tidak cukup hanya saling menghormati. Tapi harus memahami, saling mengerti satu sama lain, mengemukakan dan menerima pandangan orang lain yang berbeda, yang mayoritas menghormati yang minoritas dan sebaliknya. Dengan toleransi dua arah ingsya Allah akan mengurangi konflik,”tegasnya.

Sementara Pdt,Samuel Wattimena,S.Th sebagai narasumber pertama, ia mengutip perkataan Menag RI H yaqut Ch0lil Qoumas:konflik agama yang terjadi di indonesia umumnya dipicu adanya sikap eksklusif serta terjadinya kontestasi antar kelompok agama dalam meraih dukungan umat yang tidak dilandasi oleh sikap toleran.
“Menurut Gus yaqut, untuk merawat kepelbagaian agama d indonesia yang terpenting adalah bukan semata mata dialog antar iman, melainkan dialog antar umat beragama,”ujar pendeta Samuel
Pendeta Semuel juga sependapat dengan ketua PGLII Nasional Dr Ronny Mandang , moderasi beragama dapat dibangun dengan sebuah pemikiran praktis tetapi aktual.Sering orang berkata agamamu baik, agamamu benar, agamaku juga baik dan benar.Kata pendeta samuel bukan prinsip prinsip perbedaan yang diperjuangkan, tapi prinsip universal dari agama itu menjadi hakikat membangun masyarakat yang keindonesiaan.
“Begitu soal pemilu yang aman dan damai, kita sadari pasti ada yang kalah dan menang, selalu ada pihak yang merasa dicurangi dan pada akhirnya dengan persidangan sengketa pemilu ke mahkamah konstitusi. Namun yang paling penting memiliki jiwa keindonesiaan yang baik yang kalah maupun yang menang, menang tidak sombong dan yang kalah harus legowo.”pesannya.
H Mohlis,S.Ag pembicara kedua menjelaskan untuk menjaga dan merawat kerukunan di Indonesia tokoh agama sebagai elemen penting dalam mewujudkan kerukunan.
“Tiga peran Penting seorang tokoh agama,pertama adalah penerus dalam penyebaran ajaran dan keyakinan, kedua panutan bagi pengikutnya dan terakhir menjaga perdamaian dan toleransi,”jelasnya.
H Mohlis melanjutkan public figure tak hanya pejabat seperti presiden atau gubernur saja un untuk menjaga stabilitas dan harmonisasi masyarakat. Maka diperlukan sosok pemimpin non formal seperti tokoh agama, para pemimpin agama sebagai orang yang disegani dan diteladani oleh umatnya.(Ghib)