Menjenguk Buaya “Riska” di Teritip

Catatan Rizal Effendi

569

SEPULANG menghadiri acara Maulid di Masjid Nurul Qila milik Pak Andi Mappapuli, Sabtu (14/10) sore kemarin, saya singgah ke penangkaran buaya yang ada di Teritip, Balikpapan Timur. Niatnya mau melihat “buaya Riska” yang dititipkan di sana. Saya tak mengira enam petugas yang ada di sana masih kenal saya. “Eh ‘Pak Wali’ datang, alhamdulillah,” kata salah seorang di antara mereka menyambut saya.

Mereka tahu saya bukan wali kota lagi. Tapi dulu saya sering ke sana. Maklum pemiliknya, pasangan pengusaha Tarto dan Susan teman saya. Dia pemilik Mitra Grosir (CV Raya), agen toko kelontongan terbilang besar di Balikpapan. Sekarang penangkaran buaya itu ditangani anaknya bernama Adrian, yang akrab dipanggil Sinyo.

Dulu saya sempat makan sate buaya dan dikasih tangkur buaya. Satenya tidak terlalu cocok dengan lidah saya. Makanya saya hanya menyantap satu dua tusuk saja. Jauh lebih enak sate kambing dan ayam. Tapi tangkurnya oke juga ceritanya.

Tangkur buaya ada yang menyebut berasal dari kelamin buaya jantan yang konon berkhasiat meningkatkan vitalitas pria. Cerita ini sebenarnya antara fakta dan mitos. Bahkan lebih banyak mitosnya. Sebab, boleh dibilang belum ada penelitian yang menegaskan dengan pasti bahwa tangkur buaya bisa membuat laki-laki tambah “greng.” Kecuali buaya darat, he…he.

“Tapi sekarang sudah tidak ada lagi penyembelihan buaya di sini. Jadi tidak ada sate dan tangkur buaya. Bos kita tidak mengizinkan meski banyak yang mencari,” kata sang petugas kepada saya, yang datang bersama Pak Hafni dan Pak Unding.

Sudah lama saya nggak pernah menjenguk penangkaran buaya Teritip. Ternyata buayanya masih banyak. Sekitar 800-an ekor. Sayang kandang-kandangnya kurang terawat termasuk bangunan Lamin. Gajahnya dua ekor yang pernah dinaiki cucu saya waktu kecil, ternyata masih hidup. Namanya Hepi dan Mira. Dua-duanya betina. Usianya hampir 20 tahun.

Malah kemarin saya didaulat menaiki Hepi. Soalnya “buaya Riska” yang saya mau lihat ternyata kandangnya ditutup seng. Masih diisolasi jadi tidak boleh dilihat orang.  Dari atas gajah saya baru  leluasa melihat Riska dari atas. Walaupun naiknya agak susah, karena badan saya cenderung menggajah juga.

Seperti kita ketahui “buaya Riska” belakangan sangat terkenal dan viral. “Buaya Riska” adalah buaya alam dari Sungai Guntung, Bontang Utara yang bersahabat dengan penduduk setempat bernama Ambo. Bertahun-tahun dia dirawat Pak Ambo.

Menunggang gajah untuk melihat “buaya Riska” di Teritip

Menurut cerita Pak Ambo, dia mengenal “Riska” sejak tahun 1998. Berarti 25 tahun silam. Ketika dia mau memancing di muara, mendadak muncul seekor buaya. Kira-kira panjangnya satu meter (sekarang Riska sudah empat meter lebih). Awalnya Pak Ambo takut, tapi belakangan dia jadi berani dan memberi makan ikan karena sang buaya nongol terus dan memberi kesan bersahabat.

Pak Ambo memberi nama kepada buaya itu Riska. Padahal sang buaya ternyata jantan. Dia menganggap Riska seperti anaknya sendiri. Benar-benar dia memberi perhatian terutama kebutuhan pangan bagi Riska. Mulai makan ikan sampai ayam potong. “Selama 25 tahun Riska aku rawat. Aku kasih makan. Aku elus-elus. Kumandikan dan kugosok-gosok bagian belakangannya,” jelasnya.

Pak Ambo sedih termasuk si Riska karena tiba-tiba harus dipisahkan. Gara-gara ada tuduhan penduduk bahwa “buaya Riska” menerkam seorang emak-emak sampai tewas. Tadinya Pak Ambo bersikeras tidak mau, tapi akhirnya menyerah juga. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim mengevakuasi “buaya Riska” ke penangkaran buaya di Teritip.

Menurut Lurah Guntung Denny Febrian, selain “buaya Riska” masih ada  buaya lain yang harus dievakuasi karena membahayakan masyarakat. “Buaya Riska” adalah buaya kedua yang berhasil di relokasi. Buaya pertama berukuran 3 meter ditangkap 21 Agustus lalu. Masih ada dua buaya lagi yang masih dicari.

Kepala BKSDA Ari Wibawanto menyebutkan “buaya Riska” panjangnya 4,42 meter dengan lebar perut 70 centimeter. “Kami mengevakuasi Riska sejak Selasa (3/10) dinihari karena ada permintaan masyarakat,” jelasnya.

DITENGOK PJ GUBERNUR

Di sela menghadiri upacara HUT ke-24 Kota Bontang, Kamis (12/10) lalu, Pj Gubernur Kaltim Dr Akmal Malik menyempatkan diri menemui Pak Ambo di Kelurahan Guntung bersama Lurah Denny Febrian. Dia menghibur lelaki berusia 59 tahun itu karena bersedih dipisahkan dengan “anaknya” yang dikenal sebagai “buaya Riska.”

“Saya dengar Pak Ambo sangat sayang dengan Riska, yang sudah dirawat puluhan tahun. Tapi Bapak harus ikhlas buaya Riska direlokasi demi keselamatan semua warga. Itu sudah pilihan yang tepat,” kata Akmal duduk santai dengan Pak Ambo.

Kedatangan Akmal ternyata juga diinstruksi Mendagri Tito Karnavian, yang sering mengikuti cerita “buaya Riska” melalui video YouTube. “Saya dihubungi Pak  Menteri untuk mendatangi Pak Ambo. Karena Pak Menteri juga senang lihat video buaya Riska sekalian mencarikan solusi,” jelasnya.

Menurut Akmal, berkat “buaya Riska” Sungai Guntung jadi terkenal dan bisa dikembangkan menjadi objek wisata. Banyak orang luar tertarik dengan cerita itu.  “Jika ingin dijadikan objek wisata, maka masyarakat wajib dilibatkan. Biar benar-benar bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat,” jelasnya.

Ketika Pj Gubernur berdialog dengan Pak Ambo, ada seorang wanita di tempat itu mendadak kesurupan. Dia seperti menari. Tangannya diangkat ke atas sambil membaca salawat. “Ibu itu kesurupan,” kata seorang warga. Barangkali sang penunggu tak rela “buaya Riska” dipindahkan.

Pak Ambo sempat menjelaskan perjalanan panjang kebahagiaannya bersama Riska. Dia sudah menengok Riska di Teritip, yang tampak dilanda murung. Riska tidak mau makan sepertinya protes karena kehilangan “induknya” Pak Ambo.

Bersama buaya kecil di Teritip

Dia berharap suatu saat Riska dikembalikan kepadanya. Pak Ambo juga menyangkal kalau Riska yang menerkam warga. “Riska itu ompong giginya jadi tidak mungkin menerkam. Saya juga tidak pernah disakiti Riska,” jelasnya.

Sampai saya tengok kemarin, “buaya Riska” belum mau makan teratur. Juga tidak banyak bergerak. Kata petugas diberi seekor ayam hanya dimakan separuh. Terkadang dimuntahkan. Ayamnya juga tidak mau yang masih berbulu, harus ayam yang sudah disiangi.

Selain kesedihan tak bersama Riska lagi, Pak Ambo juga kehilangan penghasilan sekitar Rp 15 juta sebulan. Sebab konten buaya Riska yang dibuat anaknya, Fitriani di kanal YouTube  Fitriani Riska  banyak ditonton orang termasuk Mendagri. Sudah 300-an video yang dibuatnya selama 25 tahun. Jadi mendatangkan cuan besar bagi keluarganya. “Sekarang tak bisa lagi, jadi saya kehilangan segalanya. Kehilangan Riska dan kehilangan piring nasi,” katanya dengan suara berat.

*) Rizal Effendi

  • Penulis wartawan senior Kalimantan Timur
  • Wali Kota Balikpapan dua priode (2011-2021)
Leave A Reply

Your email address will not be published.