Melawan Sosmed Yang Merusak Citra Islam

Oleh : KH Muhammad Rasyid

Di Indonesia ada ribuan pesantren tersebar di Kaltim sejauh ini melakukan karya baik, membina umat, melakukan pengajaran dan mengedukasi santrinya sehingga menjadi orang-orang berakhlak. Tetapi, seolah gara-gara sosial media (sosmed) bisa dicitrakan kurang baik.

Itu terjadi, karena belakangan ini ada kejadian yang menimpa santri kaitan pencabulan sehingga yang kasihan pesantren dan santrinya. Sehingga, tudingan masyarakat diarahkan pada pesantrennya.

Dulu media mainstream (konvensional) tidak secepat sekarang. Karena ulah  sosial media (sosmed), kejadian langsung dipersepsikan semua jadi kurang baik. Padahal, kejadian itu di Jabar, Kukar, Samarinda dan Balikpapan. Ya ada 10-an pesantren, di Indonesia ada 3.000 lebih pesantren yang baik-baik saja. Ini yang harus dilakukan counter dalam persepsi media oleh MUI.

Menurut saya, berita yang beredar di sosial media mengakibatkan pesantren terkena imbasnya. Padahal, itu dilakukan oleh oknum. Dan, santri serta ribuan pesantren lainnya baik-baik saja. Makanya kita harus lawan sosmed yang citranya merusak Islam. Itu tugas para wartawan, kominfo MUI baik yang ada di Provinsi atau kabupaten Kota

Era digitalisasi susah dibendung. Proses penyimpulan suatu peristiwa dicermati dalam dua kutub yakni konteks dan teks.  Melihatnya pada teks dengan konteks yang tidak utuh tanpa data lengkap dan tidak tabayun. Sehingga, memunculkan persepsi irasional

Saya  pernah menghadiri suatu acara warga binaan di rutan menyatakan diri pernah digembleng, didoktrin dengan konsep cuci otak (brain washing) kaitan terorisme. Lalu orang itu berikrar kembali ke NKRI. Jadi sejauh ini bukan warga Indonesia, padahal warga Selili Samarinda.

Ada contoh lain lagi,   warga binaan yang membaiat dirinya untuk keluar dari ISIS, yang juga terkena doktrin., pikiran mereka itu didoktrin lewat sosmed. Jadi harus dilawan dengan berita positif (good news is good news).

Saya  pernah mendapat keterangan dari sahabatnya yang bekerja di Kemenkum HAM bercerita bahwa ada yang mengucapkan Alhamdulillah dan telah meloloskan orang yang tertembak mati di Poso masuk surga. Padahal ia ditembak karena teroris. Bayangkan, doktrinnya berbahaya. Itu semua dilakukan lewat sosmed.

Oleh karena itu saya minta  umat Islam  harus meletakkan dasar-dasar melihat peristiwa dengan berdasarkan paham  ajaran Islam yang disebut wasathiyah atau mengarahkan umatnya  agar seimbang dalam semua dimensi kehidupan.
Untuk mengurangi kekerasan dan pertikaian di Media Sosial Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa tentang pedoman bermuamalah di media sosial. Fatwa tersebut memuat hukum serta aturan bermedsos bagi umat muslim.

Beberapa hal yang tidak boleh dilakukan adalah berghibah, menyebar fitnah, adu domba, bullying, Ujaran kebencian , dan permusuhan.  Umat muslim juga dilarang menyebarkan pornografi serta mempublikasikan konten pribadi.

Dengan keluarnya fatma bermedsos dari MUI ini,  mengajak kepada umat muslim untuk mewujudkan perilaku bermedia sosial yang mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Tak lupa saya  memberi apresiasi kepada jajaran MUI Kaltim yang telah mengimplementasikan program dengan menggelar pelatihan menulis yang baik dan membuat youtube dengan narasi narasi mengajak  kebaikan. Saya berpesan  Kominfo MUI kota-kabupaten berbuat dan berdakwah lewat media. Sehingga, keberadaan MUI akan dirasakan umat dalam amar ma’ruf nahi munkar

Belum lama ini Dewan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (Dewan Pimpinan MUI) melalui Komisi Informasi dan Komunikasi   menyelenggarakan seri Workshop “Literasi Media Multiplatform Berwawasan Islam Wasathiyah” yang merupakan bagian dari rangkaian kerjasama Majelis Ulama Indonesia dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia

Beberapa materi yang diajarkan peserta diantaranya, terkait dengan kemajuan era teknologi, diantaranya Materi Sejarah dan Dinamika MUI dan Islam Wasathiyah, Riset Medsos dan Deteksi Hoax, Jurnalistik Tulis, Jurnalistik Photo, Jurnalistik Video, Desain Grafis serta Materi Management Media.

Ada 8  peserta yang dikirim oleh MUI kaltim, melalui Komisi Infokom . Saya berharap ada mujahid mujahid  digital dari pemuda pemuda muslim utamanya Kalimantan Timur,  para mujahid muda di dunia digital itu bisa memiliki wawasan keilmuan yang luas, baik yang sifatnya literatur Islam Wasathiyah maupun yang sifatnya pengetahuan umum. Mujahid muda itu nantinya bisa juga meluruskan berita dan informasi yang hoax..Semoga

 

 

 

 

 

 

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.